ikhlas membuat segalanya terasa indah


“…Alkisah disuatu kerajaan antah berantah ada seorang raja/penguasa yang mengeluarkan kebijakan tarik upeti kepada rakyatnya dengan kisaran yang tidak sesuai dengan keadaan ekonomi rata-rata dari rakyat tersebut. Dan kebijakan baru ini menuai protes rakyat dari berbagai kalangan baik dari kalangan atas, menengah dan bawah (sampai dalam tanah). Namun sang penguasa berdalih bahwa kebijakan ini didorong oleh rasa ikhlas ingin memajukan daerah kerajaannya tercinta sehingga penguasa tersebut meminta rakyatnya agar ikhlas menerima dan menaatinya…”
Cerita diatas mari kita tangkap hanya sebagai anekdot atau rekaan semata. Tanpa bermaksud menyakiti satu atau segelintir pihak, sehingganya mari jangan dipolitisir karena tulisan ini sebenarnya membahas tentang “IKHLAS”. Next…

Apa itu ikhlas? Misalkan kita punya sahabat yang katakanlah sangat dekat dan saking dekatnya kita sering menggambarkan keakraban kita dengan “1 bantal 2 kapala, baku jangkit kutu” jadi, katakanlah sangat dekat. Kita sering membantu dia ketika lagi susah, ketika dia sedang tak punya kiriman lalu meminjam uang kita, jika kita mampu kita bersedia meminjamkan. Suatu ketika, keadaan berbalik dan kita yang butuh bantuannya namun dia pada saat itu tak membantu kita. Padahal, saat itu dia bisa membantu namun dengan alasan tidak tepat dia tidak mau membantu kita. Kira-kira apa reaksi kita? Mungkin kita akan berkata “iyo ngana wua?”, atau mungkin kita marah dan tak saling menyapa, atau mungkin juga dalam hati kita menggerutu dan bertekad jika lain kali dia minta bantuan, maka kita tak akan membantunya lagi.
Jika kita masih mengingat kebaikan kita padanya, atau meminta balas budi darinya, maka itu artinya kita tidaklah ikhlas. Jadi, apa itu ikhlas?
Ikhlas itu penjernihan perbuatan dari campuran/intervensi semua makhluk, atau pemeliharaan sikap dari pengaruh-pengaruh pribadi. Ikhlas adalah ruh amal, dan amal menunjukkan tegaknya iman. Rasulullah dengan cerdasnya menganalogikan ikhlas itu layaknya susu, dimana susu itu tersimpan diantara darah dan kotoran namun dapat kita minum bahkan mampu menyehatkan. Hamper semua benda berpotensi ternoda oleh benda lainnya. Namun susu merupakan pengecualian. Jika benda itu bersih serta terhindar dari kotoran dan noda, maka disebut dengan khâlish (benda yang bersih) dan pekerjaan untuk membersihkannya itu disebut ikhlâshan. Kebersihan(khulush) susu dari hewan ternak adalah apabila tidak dicampuri oleh darah, kotoran atau sesuatu yang dapat mencampurinya itu disamakan oleh nabi dengan ikhlas.
Abu Ya‘qub as-Susi menggambarkan ikhlas lebih dalam lagi. Dia berkata, “Ketika seseorang masih memandang ikhlas dalam keikhlasannya, maka keikhlasannya membutuhkan keikhlasan.” Artinya, kita tidak boleh memandang amal kita dengan pandangan apa pun. Seringkali kita berkata, “Saya melakukan perbuatan ini karena saya ikhlas, kok”. Nah, perkataan ini nih yang menurut Abu Ya‘qub as-Susi bisa dikategorikan belum ikhlas. Apalagi jika sudah ada yang menyebut diri kita “polombuango” (istilah Gorontalo, artinya mengungkit kebaikan), maka sudah pasti kita belumlah ikhlas.
Setelah membaca ini, semoga dikemudian hari takkan ada lagi penguasa seperti cerita diatas, dan marilah kita semua baik itu rakyat dari kalangan atas, menengah, hingga bawah agar kiranya mengkaji kembali, apakah semua perbuatan, tindakan, dan pemahaman kita sudah mampu dilihat sebagai ikhlas lewat mata orang lain maupun  dimata-Nya. Dan dengan  meminjam petuah ‘Aidh al-Qarni agar kita semua lebih mendalami arti keikhlasan: “…Anda tidak perlu terkejut manakala menghadiahkan sebatang pena kepada orang bebal, lalu ia memakai pena itu untuk menulis cemoohan kepada Anda. Anda juga tak usah kaget bila orang yang Anda beri tongkat untuk menggiring domba gembalaannya justru memukulkan tongkat itu ke kepala Anda. Jangan pernah resah dan gundah ketika ‘tangan putih’ yang Anda ulurkan dibalas dengan tamparan menyakitkan…” itu semua adalah watak dasar manusia yang selalu mengingkari dan tak pernah bersyukur kepada Penciptanya sendiri Yang Maha Agung nan Mulia. Begitulah, kepada Tuhannya saja mereka berani membangkang dan mengingkari, apalagi kepada saya dan Anda.  Dan ikhlas membuat segalanya terasa indah.          Billahittaufiq wal hidayah, Wassalam.                                                           (HMI Komisariat FIKOM).