Abstak
HMI kini telah“murtad” dari dirinya sendiri. Ia bukan lagi HMI, tetapi terdapat sosok lain yang menjelma ke dalam tubuhnya sehingga ia tampak sebagai HMI. Hmi ini harus segera dibubarkan. Kemudian, pungut kembali sisa puing-puingnya yang masih suci, untuk kembali ditegakkan sebagai HMI yang sesungguhnya. Sehingga tercapai makna lambang jantung yang tertera pada lambangnya, yang tidak hanya menjadi kampus kedua, tetapi menjadi jantung intelektual Islam dunia.
Sebuah Pengantar
Pada awalnya penulis menolak ketika saudari Lyna menawarkan untuk berpartisipasi pada lomba esay “HMI sebagai Kampus Kedua”. Namun, terlintas di benak bahwa sebagai kader HMI, penulis mempunyai kewajiban untuk selalu memberikan yang terbaik untuk oraganisasi yang telah merangkul dan memberikan impian yang begitu besar.
Ada hal yang tidak seharusnya terjadi pada tubuh HMI. Hal itu yang menjadikan penulis tak ingin mendekat secara lahiriah kepadanya, tetapi terus mengikuti dari kejauhan sana. Hal yang dimaksud di sini ialah hmi yang berorientasi pada kekuasaan (politik). Penulis melihat di tubuh hmi itu terjadi perebutan kekuasaan yang begitu dahsyat. Akibatnya, ia pun berubah wujud menjadi oraganisasi politik yang berkedok Islam.
Seperti halnya kanca perpolitikan, di sana antara satu dan yang lainnya saling menikap, membunuh dan bahkan mencincang tubuh yang sudah terbunuh itu. Kecurigaan terus melanda seluruh eleman anggota. Penulis bisa pastikan, kalau di tubuh hmi terus terjadi demikian, ia akan pecah bekeping-keping dan akhirnya hancul melebur bersama kepentingan pribadi dan sekte-sekte bersangkutan.
Tulisan ini adalah ungkapan perhormatan –yang mungkin tidak sesuai dengan kriteria lomba- kepada HMI, dari kader HMI yang sedang merindukan hmi yang sesungguhnya, hmi yang dipuja, hmi dambaan dan harapan seluruh umat manusia. Bahwa penulis ini tercengang melihat kiprah hmi tahun 60an. Bahwa mengakui hmi sebagai satu-satunya oraganisasi keIslaman terbesar, terhebat dan teragresif dalam menyuarakan pembaharuan dan pelurusan pemahaman keIslaman di seluruh dunia. Dan itu memang terbukti dengan kiprahnya dikanca internasional pada waktu itu.
Penulis berkeinginan suatu setelah lomba ini, akan muncul “Muhammad” baru sebagai penyelamat hmi untuk merebut kembali intelektualitas yang agung itu. Dengan demikian, hmi tidak hanya sebagai kampus kedua, tetapi menjadi pusat intelektual umat manusia di seluruh jagat raya. Penulis sudah merindukan kalimat “kalau belum menjadi kader HMI, jangan mengaku akademisi dan intelektual”. Artinaya, hmi di sini menjadi rujukan utama pemikiran, menjadi inspirasi umat yang terus memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih maju.
Hmi? Bubarkan Saja
Meluruskan Makna HMI
Suatu ironis, bahwa banyak anggota, baik kader maupun petinggi HMI menginterpretasikan hmi itu sebagai organisasi politik, tempat ajang perebutan kekuasaan. Hal itu tampak terimplentasi pada praktek kinerja yang terus berorientasi pada kekuasaan. senioritas hmi tidak lagi mengarah pada intelektualitas, tetapi lebih pada kepentingan-kepentingan yang terselubung. Perspektif ini tidak lah benar, tidak sesuai dengan fitrah HMI.
Penyimpangan tersebut bisa dilihat dari barbagai sudut pandang. Berdasarkan lambang hmi misalnya. Filosofi lambang HMI secara universal dapat dirangkum bahwa hmi merupakan organisasi intelektual yang tetap optimis dalam memperjuangkan kejayaan umat Islam seluruh umat dunia melalui intelektualitas –ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi- yang tetap mempertahankan keIslaman, ketauhidan (ketuhanan), dan tetap beriman kepada tuhan yang maha esa, sehingga menjadi pusat kehidupan manusia pada umumnya.
Lambang merupakan suatu simbol. Simbol itu sendiri merupakan suatu reduksi dari keseluruhan apa yang mencakup seluruh aspek HMI yang begitu kompleks. Simbol ini merupakan salah satu acuan kader-kader atau anggota hmi dalam menjalankan gerbong HMI yang agung. Sebagai acuan, ia harus menjadi simbol suci yang harus dipatuhi dan ditaati sebagai pengikut setianya.
Di dalam simbol itu pula, terdapat suatu keterpaduan dari seluruh aspek yang ada di dalamnya. Kalau diejawantahkan ke dalam ranah yang simpel, dapat dikatakan sebagai hubungan saling mengikat erat antara iman Islam dan ihsan, serta keterpaduan ujud antara iman, ilmu dan amal.
Juga visi dan misi hmi
Kemudian Nilai Dasar Perjuangan (NDP) pun juga sudah memberikan gambaran yang cukup gemilang kepada kita untuk terus menjalankan HMI sesuai dengan substansinya. Pokok mendasar yang diperjuangkan HMI dalam intelektualitasnya ialah berkisar pada pemahaman terhadap substansi manusia itu sendiri yaitu manusia sebagai “insanul kamil” (meminjam istilah Suhrawardi), khalifah dalam istilah Cak Nur, sehingga manusia mempunyai tanggung jawab yang begitu besar pada alam ini dan juga tidak lepas dari hubungan dengan yang Maha Esa –Allah- sebagai kebenaran tertinggi yang mutlak sesuai dengan ajaran Islam.
Ulasan di atas berorientasi pada penyadaran manusia dari keterpurukan, yaitu kemunduran yang diawali dari kemunduran berpikir umat Islam. Maka HMI bangkit sebagai pahlawan yang mengembalikan semangat umat Islam untuk menggunakan akal budinya secara baik dan benar sesuai dengan tuntunan Islam dan tuntutan zaman.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka pembahasan akannya harus terus dimodifikasi, diperbaharui dan dikaji dengan gaya pandangan yang berbeda yang sesuai dengan zaman itu. Dengan demikian, kajian akan manusia, keIslaman dan alam tetap menarik dan diterima umat. Keadaan ini tidak bisa dicapai dengan politik, tetapi ketekunan dan kader HMI dalam menggali solusi baru yang tentunya hanya bisa didapat dari bacaan, pengalaman, kajian dan kegiatan keilmuan lainnya.
HMI di Persimpangan Waktu
Kebesaran HMI tidak luput dari perjuangan keras dan panjang, mengingat visi dan misi yang dikibarkan HMI yang sangat agung, membebaskan umat Islam dari keterpurukan dan kejumutan akan Islam itu sendiri.
Hal yang juga menarik ialah bahwa suasanan keIslaman dunia, sebelum beridirinya HMI memang mengalami kemerosotan yang begitu signifikan. Pemikiran umat Islam yang kolot, terbelakang pun tampak di berbagai belahan penjuru umat Islam seluruh dunia. Di indonesia sendiri penjajah Belanda yang terus menggorogoti sendiri-sendi bangsa, zending agama kristen terus menyerbu muslim sekaligus dibarengi dengan penyusupan peradaban baran (sekularisme dan liberalisme) pada seluruh sistem bangsa termasuk juga sistem pendidikan.
Keadaan ini menjadikan umat Islam berada pada posisi sangat memprihatinkan. Di mana sebagian besar umat Islam yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan (perkawinan dll.), para ulama ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw (Islam koservatif), golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja. Dan golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.
Pada saat keadaan seperti itu, lahir dari golongan terkecil itu dengan tujuan untuk merombak seluruh kekolotan pemikiran dan pandangan Islam tsb. dan digantikan dengan Islam modern, dan maju.
Dari sini lah tampak bahwa hmi didirikan bukan untuk kekuasaan, popularitas dan kepentingan pribadi, tetapi jauh dari itu ia dilahirkan sebagai gerbong raksasa yang siap membawa umat Islam pada kegemerlapan pemikiran yang tangguh. Hmi ini yang pada periode berikutnya mampu memberikan gembarakan bahwa Islam itu benar-benar ada, mampu melintasi dan menaklukkan tantangan zaman. Hal ini jelas nilai positif bagi umat Islam yang mampu merubah pandangan umat luar yang menilai Islam sebagai agama kuno yang tak berdaya.
Tetapi untuk menggapai kejayaan, pejuangan HMI tidak lah mulus dan mudah seperti yang dibayangkan. Dalam perjuangan itu, HMI sudah mengorbankan banyak tenaga. Tidak hanya pikiran dan tenaga, bahkan nyawa pun menjadi taruhan demi tercapainya cita-cita di atas. Ini terbukti dari keikut sertaan HMI dalam mempertahankan NKRI, yakni membebaskan indonesia dari cengkeraman penjajahan Belanda yang dinilai sebagai penghambat perjuangan. Pasukan yang dibentuk hmi dalam memberantas belanda pada waktu itu ialah Corps Mahasiswa (CM) yang bersama pemerintah berhasil menumpas pemberontakan PKI di Madiun.
Ini berarti bahwa HMI merupakan organisasi murni perjuangan untuk umat Islam dan bangsa. Dalam perjuangan yang sangat dibutuhkan ialah suatu kesabaran dan kekokohan demi menggapai kemajuan umat. Di samping itu juga butuh pengorbanan yang besar dan tidak untuk mengambil keuntungan yang besar.
Intelektual HMI Yes, Politik HMI No
Penulis sangat tertarik dengan ungkapan Anas Urbaningrum, bahwa satu hal yang membedakan antara HMI dengan organisasi lain, yaitu intektualitas. Sehingga aspek satu ini menjadi aspek yang begitu penting untuk terus dipertahankan. Intelektualitas merupakan ujung tombak kemajuan HMI yang terbukti pada masa keemasannya, yaitu hmi yang dipuja dan menjadi pahlawan umat Islam dunia dan bangsa indonesia itu sendiri.
Tradisi intelektual ini bisa dibangun dengan memperkuat beberapa hal. Pertama, memperkuat tradisi membaca (membaca sebagai kewajiban setelah shalat). Kedua, memperkokoh tradisi menulis (dalam artian bukan menulis status facebook, twitter dan sms, tetapi menulis ilmiah), dan ketiga, adalah tradisi berdiskusi.
Dalam sejarah HMI, memang yang cukup mendominasi keemasannya ialah intelektualitas. HMI tidak akan mencapai suatu visi dan misi sebagai pembaharu umat kalau intelektualitasnya rendah. Kalau intektualitas yang telah memberikan kemegahan dan daya tarik tersendiri pada HMI, tidak lah wajar kalau intelektualitas ini harus ditinggalkan, apalagi digantikan dengan politik yang tidak jelas arahnya.
Sudah jelas bahwa kemuduran HMI kali ini atau akhir-akhir ini termasuk HMI Ciputat, itu disebabkan karena perhatian pengikut HMI terhadap intelektual terus menurun drastis. Para pengikutnya lebih memilih politik ketimbang intelektual.
Faktanya bahwa politik yang sekarang menjadi tren aktivis terbukti tidak menjanjikan. Bahwa politik merupakan jalan yang membahayakan organisasi intelektual. Karena terdapat perbedaan yang signifikan dalam tatacara dan tujuan akhir keduanya. Kalau intektual menggunakan cara yang ramah, ilmiah, jujur dan demi kepentingan masyarakat banyak. Sedangkan politik melaju dengan cara adudomba, tidak jujur, kejam dan demi kepentingan pribadi atau kelompok kecil.
Konsekuensinya, bahwa intelektual akan berusaha menyatukan perbedaan sedangkan politik akan memecah belah satu kesatuan pada organisasi itu, karena terus dihantui dengan kepentingan lokal.
Masyarakat indonesia pada umumnya sedang mengalami degradasi pemikiran. Bangsa indonesia sedang membutuhkan suatu pencerahan dari para pembaharu. Bahwa masyarakat indonesia termasuk mahasiswa sedang kebingungan mencari wadah pembaharuan pemikiran mereka. Bahwa mereka telah kehilangan HMI yang pernah menyelamatkan mereka dari keterpurukan. Maka mengapa HMI malah asyik dengan sendirinya bermain politik.
Keberadaan HMI adalah ketiadaannya, jika ia terus terkungkung dengan ranah politik praktis. Politik adalah pisau bunuh diri bagi HMI. Dengan alasan bahwa politik itu dipenuhi berbagai kepentingan pihak tertentu. Politik sebagai suatu lahan perebutan kekuasaan yang menghalalkan segalanya. Cenderung licik, perhitungan (harus ada take and give). Lawan menjadi teman kalau menguntungkan, kawan menjadi musuh kalau tidak bisa diajak untuk membantu merebut kekuasaan. Sehingga politik bertendensi membawa HMI keluar dari jati dirinya.
Pada keadaan ini, hmi hanya berposisi sebagai topeng, hanya sebagai alat dan budak untuk menggapai kepuasan pribadi dan kepentingan sekte-sekte dalam tubuh hmi. Jadi ia pun pada hakikatnya bukan lagi sebagai hmi tetapi dalam kedok hmi. Orang-orang tidak akan tahu tentang hal ini. Maka keadaan ini akan sangat merugikan hmi. Sehingga hmi pada keadaan yang seperti ini harus segera dibubarkan.
Tetapi maksud dari penjabaran di atas, buka berarti HMI harus benar-benar tidak berpolitik sama sekali. HMI tetap berpolitik dengan tidak menghilangkan substansi perjuangannya. Bahwa yang lebih diprioritaskan ialah intelektualitas untuk menyelamatkan umat dari kejumutan. Bahwa politik itu hanyalah sebagai jalan atau alat agar intelektualitas tetap melaju dengan cepat.
Menyadari Keterpurukan Kancah Perpolitikan
Sebagi pertimbangan pula. Bahwa citra politik, sekarang sedang berada dalam keterpurukan. Politik negara ini sudah terbukti tidak manis. Terbukti gombal, tidak lurus, tidak benar dan demi kepuasan belaka.
Sudah terlalu banyak kekecewaan masyarakat terhadap politik. Kekecewaan itu tidak hanya tampak pada masyarakat terpelajar saja, tetapi jauh pada masyarakat kecil –petani, pemulung, pengamen, dst.- yang tidak berpendidikan pun juga demikian. Ini membuktikan bahwa betapa terpuruknya politik pada saat ini.
Politik yang berkembang pada saat ini merupakan politik yang keluar dari ranah politik yang sebenarnya, di mana politik bertujuan untuk menggapai tujuan kebaikan masyarakat pada umumnya. Tetapi politik merupakan suatu ajang merengut kekuasaan sebanyak mungkin yang pada akhirnya berujung pada kekayaan. Bahwa segala langkah dan keputusan politik tidak lagi berpihak kepada masyarakat, tetapi berpihak kepada mereka yang memberikan keuntungan besar. Pada posisi ini masyakat hanyalah sebagai iming-iming untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda.
Praktek politik publik ini jelas akan mendoktrik permainan politik pengikut HMI (yang pada umumnya mahasiswa). Langkah-langkah perpolitikan kaum pemerintahan itu akan direimplementasikan oleh mahasiswa pada ranahnya. Sehingga politik seperti ini akan menggoncang dan mencemarkan nama baik HMI. Bahwa masyarakat akan terus menilai gerakan HMI, bahwa masyarakat akan mengklaim HMI sebagai organisasi buruk kalau ia tampak sebagai organisasi politik.
Kembali pada Kesucian
Dalam keadaan seperti itu, hanya ada satu jalan untuk menyelamatkannya dari keterpurukan, yaitu kembali pada kesucian.
Kesucian yang dimaksud ialah bahwa HMI harus kembali kepada nilai perjuangannya. Yaitu kembali memperjuangkan intelaktualitas. Sehingga harus kembali memupuk pengetahuan seluas mungkin demi terciptanya HMI yang kritis dan mampu membawa umat pada pembaharuan, pembaharuan dan pembaharuan tanpa henti pada satu titik tertentu.
Kajian tentang manusia dan keIslaman harus tetap ditingkatkan. Ada hal yang perlu sebagai catatan buat kader (anggota HMI) bahwa HMI marupakan organisasi keIslaman yang membawa visi dan misi untuk memajukan, memperbaharui dan memberikan titik terak pemisahan antara pemikiran Islam dan non Islam. Ia lah oraganisasi yang bertugas untuk menunjukkan kebesaran pemikiran Islam. Tetapi ironisnya, kader HMI cenderung mengisinya dengan pemikiran non Islam yang juga dijadikan rujukan utama dan tidak dikonfrontasikan dengan Islam. Mereka cukup pada pemikiran barat saja, atau lebih fokus pada pemikiran barat.
Kalau seperti seperti itu kenyataannya, HMI pun juga beralih visi dan misi, dari memperjuangkan pemikiran Islam –agar umat Islam sadar dan kembali pada kemegahan pemikiran Islam- menjadi memperjuangkan non Islam, sehingga memaksa muslim untuk menyadari kebesaran non Islam. Konsekuensinya umat Islam semakin tidak berdaya karena tidak percaya diri pada dirinya sendiri.
HMI, Hidup dan Mati Mahasiswa
Dengan demikian, HMI akan menjadi idaman seluruh umat, lebih-lebih mahasiswa yang memang haus akan pemikiran. HMI sebagai gembong terbesar intelektual akan terus dicari para akademisi. Dengan sendirinya mereka akan datang berbodong-bondong untuk memohon bergabung untuk mengorek keilmuan yang ada di HMI.
Mereka, akademisi, terus berlomba-lomba menggoreskan jasa pada HMI dan akan terus dikenang sampai akhir hayat. Ini adalah suasana HMI tidak hanya menjadi kampus kedua, tetapi telah berperan sebagai pusat intektual jauh di atas kampus. Ia adalah organisasi dambaan akademisi dan umat yang berkedudukan di atas segalanya.
Ditulis oleh: Hairus Soleh
Catatan: Hmi pada tulisan ini dibagi menjadi dua. Pertama, hmi yang bukan sebenarnya. Dengan maksud bahwa hmi itu hanya sebagai kedok saja yang di dalamnya berisi yang lain. Biasanya hmi yang seperti ini ditulis dengan sebagian huruf kecil atau dengan huruf kecil semua (tidak dengan huruf besar semua), misalnya Hmi atau hmi. Hmi ini yang diseru agar dibubarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar