Suatu ketika ada seorang raja yang sangat mata keranjang. Konon rajaa ini mempunyai 90 istri namun masih merasa kurang puas dan ingin menambah istri lagi. Sehingganya siapapun wanita yang terlihat olehnya dan disenangi, maka harus menjadi miliknya, walaupun si wanita sudah mempunyai suami.
Untuk memuaskan hasratnya itu Sang Raja suka menyamar, kemudian keluar dari istananya secara diam-diam seorang diri lalu berjalan menyusuri kotanya.
Pada suatu hari, ketika Sang Raja sedang berjalan-jalan dalam kota menyamar sebagai rakyat biasa, tiba-tiba tampak olehnya seorang wanita cantik sedang berdiri di teras rumahnya. Wanita itu sungguh menawan siapa saja yang memandangnya, laksana bidadari yang baru turun dari khayangan. Sang Raja terpesona, seakan-akan tak percaya dengan apa yang dia lihat. Istri-istrinya yang sebanyak itu masih belum ada yang menandingi kecantikan wanita ini, pikirnya. Kemudian Sang Raja bergegas pulang setelah sebelumnya menanyakan kepada orang-orang di sekitar situ, rumah siapa tempat wanita cantik itu berdiri. Raja mendapat jawaban bahwa itu adalah rumah perdana menteri.
Raja lalu memerintahkan kepada perdana menteri supaya melakukan peninjauan ke daerah-daerah kerajaan guna melihat keadaan rakyatnya dari dekat. Maka berangkatlah sang Perdana Menteri sebagaimana diperintahkan. Setelah perdana menteri berangkat, Raja melakukan siasat untuk datang ke rumah perdana menteri tersebut.
Ketika raja masuk ke rumah perdana menteri, ia disambut oleh wanita cantik yang pernah dilihatnya tempo hari. Wanita itu mengenali rajanya, lalu ia pun menghaturkan sembah kepada raja seraya berkata, ”Wahai Baginda Raja, ada apakah gerangan sampai baginda berkenan datang kemari?”
Raja menjawab, ”Sebabnya adalah karena rindu kepadamu. Itulah yang membawa saya kemari.”
Wanita itu kembali mengahaturkan sembah kepada Sang Raja sambil berkata, “Wahai Baginda Raja, hamba sebenarnya lebih pantas menjadi pelayan dari budak baginda, bagaimana saya berani menerima penghormatan yang demikian besar ini. Tetapi tunggulah sebentar wahai Baginda Raja. Tinggalah di sini sampai saya selesai menyiapkan makanan buat baginda.”
Maka duduklah Sang Raja di tempat yang biasa diduduki oleh perdana menterinya. Wanita itu masuk sebentar lalu menyodorkan buku bacaan kepada Sang Raja yang isinya berupa nasihat-nasihat dan akhlak mulia. Raja pun membacanya. Isi buku itu benar-benar sangat berkesan di hati Sang Raja sehingga ia menjadi sadar akan maksudnya yang kurang baik itu dan akhirnya mengurungkan niatnya.
Setelah makanan siap, maka wanita itu menghidangkannya kepada Raja. Jumlah piring yang disuguhkan sebanyak sembilan puluh piring, dengan isi beraneka ragam masakan. Raja mencicipi setiap masakan dalam piring itu. Namun anehnya semua masakan yang beraneka ragam itu rasanya sama. Sang Raja yang terheran-heran lantas bertanya, “Aneh sekali, kenapa masakan yang beraneka ragam ini rasanya sama?”
Wanita itu menjawab, ”Semoga Baginda dipanjangkan umurnya. Ini adalah perumpamaan yang hamba buat untuk Paduka.”
Sang Raja bertambah heran, lalu bertanya, ”Apa sebabnya?”
Wanita itu menjawab, ”Semoga Allah memperbaiki keadaan Baginda. Sesungguhnya di istana Paduka sudah ada sembilan puluh orang selir yang berbagai-rupa warna kulit dan kecantikannya, padahal tujuan dan rasanya sama.”
Ketika Raja mendengar penjelasan wanita itu, ia menjadi tersipu-sipu. Kemudian Ia bangkit dan pulang ke istananya tanpa menyentuh wanita itu sama sekali.
Karena terburu-buru, Sang Raja tanpa sadar menjatuhkan cincinnya di dekat bantal duduk Sang Perdana Menteri. Ketika Perdana Menteri pulang, dia beristirahat, dan menemukan cincin tersebut di dekat bantalnya. yang segera dia kenali sebagai cincin Sang Raja. Cincin itu lantas disimpannya.
Sejak saat itu, Sang Perdana Menteri mendiamkan dan tidak pernah lagi menyentuh istrinya selama satu tahun penuh, sedangkan istrinya tidak mengetahui apa sebab kejengkelan suaminya. Sang istri lantas melaporkan kelakuan suaminya kepada ayahnya. Ayahnya berkata, ”Saya akan mengadukan hal ini ketika ia sedang berada di hadapan raja.”
Suatu hari, ketika para pejabat termasuk Sang Perdana Menteri tengah berkumpul di istana, ayah si wanita (Istri perdana menteri) mengadu kepada Sang Raja.
”Wahai Baginda Raja yang mulia, sesungguhnya saya dahulu mempunyai sebuah kebun yang indah, yang saya sirami dengan kedua tangan saya sendiri dan saya nafkahi dengan uang saya hingga berbuah dan baik keadaannya. Kemudian saya hadiahkan kepada perdana menteri baginda ini. Maka ia pun makan dari buahnya yang baik itu. Namun sejak satu tahun ini ditinggalkannya hingga menjadi keringlah bunganya, hilanglah kerimbunannya, dan berubah keadaannya.”
Perdana Menteri menjawab, ”Wahai Baginda Raja, apa yang dikatakannya semua benar. Memang dahulu saya menjaganya. Namun ketika suatu hari saya mendatanginya, saya dapati jejak seekor singa di sana, maka saya pun merasa takut akan keselamatan saya dari singa tersebut. Karena itulah, saya mengasingkan diri darinya.”
Sang Raja segera paham bahwa jejak singa yang dimaksud perdana menteri adalah cincinnya yang tertinggal di rumah perdana menterinya itu. Lalu dia berkata kepada perdana menteri, ”Pulanglah dengan aman dan sentosa wahai Perdana Menteri.Sebab saya dengar memang singa itu sudah mendekat tetapi tidak sampai merusak kebun indah itu. Saya berani bersumpah.”
Perdana Menteri, dengan penuh kelegaan hati menjawab, “Ampun beribu ampun baginda. Saya memohon diri untuk pulang.”
Dia pulang ke rumahnya dan meminta maaf kepada istrinya, dan kini percaya penuh pada kesetiaannya.
Untuk memuaskan hasratnya itu Sang Raja suka menyamar, kemudian keluar dari istananya secara diam-diam seorang diri lalu berjalan menyusuri kotanya.
Pada suatu hari, ketika Sang Raja sedang berjalan-jalan dalam kota menyamar sebagai rakyat biasa, tiba-tiba tampak olehnya seorang wanita cantik sedang berdiri di teras rumahnya. Wanita itu sungguh menawan siapa saja yang memandangnya, laksana bidadari yang baru turun dari khayangan. Sang Raja terpesona, seakan-akan tak percaya dengan apa yang dia lihat. Istri-istrinya yang sebanyak itu masih belum ada yang menandingi kecantikan wanita ini, pikirnya. Kemudian Sang Raja bergegas pulang setelah sebelumnya menanyakan kepada orang-orang di sekitar situ, rumah siapa tempat wanita cantik itu berdiri. Raja mendapat jawaban bahwa itu adalah rumah perdana menteri.
Raja lalu memerintahkan kepada perdana menteri supaya melakukan peninjauan ke daerah-daerah kerajaan guna melihat keadaan rakyatnya dari dekat. Maka berangkatlah sang Perdana Menteri sebagaimana diperintahkan. Setelah perdana menteri berangkat, Raja melakukan siasat untuk datang ke rumah perdana menteri tersebut.
Ketika raja masuk ke rumah perdana menteri, ia disambut oleh wanita cantik yang pernah dilihatnya tempo hari. Wanita itu mengenali rajanya, lalu ia pun menghaturkan sembah kepada raja seraya berkata, ”Wahai Baginda Raja, ada apakah gerangan sampai baginda berkenan datang kemari?”
Raja menjawab, ”Sebabnya adalah karena rindu kepadamu. Itulah yang membawa saya kemari.”
Wanita itu kembali mengahaturkan sembah kepada Sang Raja sambil berkata, “Wahai Baginda Raja, hamba sebenarnya lebih pantas menjadi pelayan dari budak baginda, bagaimana saya berani menerima penghormatan yang demikian besar ini. Tetapi tunggulah sebentar wahai Baginda Raja. Tinggalah di sini sampai saya selesai menyiapkan makanan buat baginda.”
Maka duduklah Sang Raja di tempat yang biasa diduduki oleh perdana menterinya. Wanita itu masuk sebentar lalu menyodorkan buku bacaan kepada Sang Raja yang isinya berupa nasihat-nasihat dan akhlak mulia. Raja pun membacanya. Isi buku itu benar-benar sangat berkesan di hati Sang Raja sehingga ia menjadi sadar akan maksudnya yang kurang baik itu dan akhirnya mengurungkan niatnya.
Setelah makanan siap, maka wanita itu menghidangkannya kepada Raja. Jumlah piring yang disuguhkan sebanyak sembilan puluh piring, dengan isi beraneka ragam masakan. Raja mencicipi setiap masakan dalam piring itu. Namun anehnya semua masakan yang beraneka ragam itu rasanya sama. Sang Raja yang terheran-heran lantas bertanya, “Aneh sekali, kenapa masakan yang beraneka ragam ini rasanya sama?”
Wanita itu menjawab, ”Semoga Baginda dipanjangkan umurnya. Ini adalah perumpamaan yang hamba buat untuk Paduka.”
Sang Raja bertambah heran, lalu bertanya, ”Apa sebabnya?”
Wanita itu menjawab, ”Semoga Allah memperbaiki keadaan Baginda. Sesungguhnya di istana Paduka sudah ada sembilan puluh orang selir yang berbagai-rupa warna kulit dan kecantikannya, padahal tujuan dan rasanya sama.”
Ketika Raja mendengar penjelasan wanita itu, ia menjadi tersipu-sipu. Kemudian Ia bangkit dan pulang ke istananya tanpa menyentuh wanita itu sama sekali.
Karena terburu-buru, Sang Raja tanpa sadar menjatuhkan cincinnya di dekat bantal duduk Sang Perdana Menteri. Ketika Perdana Menteri pulang, dia beristirahat, dan menemukan cincin tersebut di dekat bantalnya. yang segera dia kenali sebagai cincin Sang Raja. Cincin itu lantas disimpannya.
Sejak saat itu, Sang Perdana Menteri mendiamkan dan tidak pernah lagi menyentuh istrinya selama satu tahun penuh, sedangkan istrinya tidak mengetahui apa sebab kejengkelan suaminya. Sang istri lantas melaporkan kelakuan suaminya kepada ayahnya. Ayahnya berkata, ”Saya akan mengadukan hal ini ketika ia sedang berada di hadapan raja.”
Suatu hari, ketika para pejabat termasuk Sang Perdana Menteri tengah berkumpul di istana, ayah si wanita (Istri perdana menteri) mengadu kepada Sang Raja.
”Wahai Baginda Raja yang mulia, sesungguhnya saya dahulu mempunyai sebuah kebun yang indah, yang saya sirami dengan kedua tangan saya sendiri dan saya nafkahi dengan uang saya hingga berbuah dan baik keadaannya. Kemudian saya hadiahkan kepada perdana menteri baginda ini. Maka ia pun makan dari buahnya yang baik itu. Namun sejak satu tahun ini ditinggalkannya hingga menjadi keringlah bunganya, hilanglah kerimbunannya, dan berubah keadaannya.”
Perdana Menteri menjawab, ”Wahai Baginda Raja, apa yang dikatakannya semua benar. Memang dahulu saya menjaganya. Namun ketika suatu hari saya mendatanginya, saya dapati jejak seekor singa di sana, maka saya pun merasa takut akan keselamatan saya dari singa tersebut. Karena itulah, saya mengasingkan diri darinya.”
Sang Raja segera paham bahwa jejak singa yang dimaksud perdana menteri adalah cincinnya yang tertinggal di rumah perdana menterinya itu. Lalu dia berkata kepada perdana menteri, ”Pulanglah dengan aman dan sentosa wahai Perdana Menteri.Sebab saya dengar memang singa itu sudah mendekat tetapi tidak sampai merusak kebun indah itu. Saya berani bersumpah.”
Perdana Menteri, dengan penuh kelegaan hati menjawab, “Ampun beribu ampun baginda. Saya memohon diri untuk pulang.”
Dia pulang ke rumahnya dan meminta maaf kepada istrinya, dan kini percaya penuh pada kesetiaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar